Senin 19 Mar 2018 11:16 WIB

Kasus Skimming Terjadi Akibat Lemahnya Pengawasan Bank

Pengawasan terutama mesin cashless yang ada di lingkup bank juga oleh pihak ketiga.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Andi Nur Aminah
 Pemimpin Wilayah Bank BRI Denpasar  Dedi Sunardi saat menjelaskan kasus skimming ATM di kantor BRI Mataram, NTB (ilustrasi)
Foto: M Nusyamsi/Republika
Pemimpin Wilayah Bank BRI Denpasar Dedi Sunardi saat menjelaskan kasus skimming ATM di kantor BRI Mataram, NTB (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya kasus pembobolan rekening nasabah bermodus salin data atau skimming dinilai karena lemahnya pengawasan bank. Khususnya pengawasan terhadap pihak ketiga sebagai perpanjangan layanan dari bank tersebut, seperti penggunaan mesin cashless dengan fitur sama seperti di mesin ATM (Anjungan Tunai Mandiri).

Pengamat IT dan Siber Institut Teknologi Bandung, Kun Arief Cahyantoro mengatakan, maraknya penggunaan mesin cashless bukan hanya di lingkungan bank, tetapi di lingkungan pihak ketiga. Misalnya minimarket dan toko atau restoran. "Dengan begitu akan meningkatkan potensi terjadinya kasus-kasus seperti ini," ujarnya kepada Republika.co.id, Ahad malam, (18/3).

Maka menurutnya, perbankan harus segera membuat SOP yang ketat untuk pengawasan penggunaan mesin cashless oleh pihak ketiga. Selain itu, bank juga harus memberikan edukasi kepada nasabah dan masyarakat bahwa bank memiliki jaminan yang transparan dan mudah.

"Hal itu karena, ada pemahaman bahwa sistem apapun tidak akan mampu memberikan 'keamanan 100 persen'. Hanya saja ketidakamanan tersebut menjadi tidak berakibat sedikitpun karena adanya jaminan kehilangan sebesar apapun tetap akan diganti oleh pihak bank," kata Kun Arief.

Ia menilai, pemerintah pun harus turut berperan dalam mencegah modus skimming. Pemerintah, dia mengatakan, seharusnya membuat kebijakan penggunaan kartu debit, mesin cashless, serta pihak ketiga.

"Misal pembatasan fitur pada mesin cashless. Aturan seperti ini pernah diterapkan pada kartu uang elektronik, yang mana kartu uang elektronik tidak boleh gabung dalam kartu debit. Lalu pada kartu uang elektronik diterapkan limit maksimum saldo yang bisa disimpan di dalamnya," jelasnya.

Lebih lanjut, Kun Arief mengingatkan pada nasabah agar saat ini tetap mengikuti apa yang telah diedukasi oleh pihak bank dalam penggunaan kartu debit atau kredit. Seperti pengetikan nomor pin secara tertutup dengan tangan.

"Kemudian jangan memberikan pin kepada siapa pun yang berusaha memberikan bantuan untuk melaksanakan transaksi dengan pin tersebut. Meski begitu, nasabah tidak perlu mengurangi transaksinya di pihak ketiga atau merchant," tegasnya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement